Bangkalan : Sidang kasus penggelapan sertifikat yang melibatkan oknum pengacara H. Dangken dan dua orang PNS Pemkab Bangkalan, yaitu Subairi dan Suharti, Selasa, (12/8) lalu kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan.
Sidang yang diketuai Majelis Hakim Hariyanto SH, MH itu masih mengagendakan mendengarkan keterangan saksi ustadz Musdar, dan Slamet sopir SPBU. Keterangan saksi ini seakan semakin mempertegas perbuatan terdakwa Subairi yang diduga sebagai pelaku penggelapan sertifikat tanah SPBU kecamatan Sepuluh milik H. Bahar Djahaya.Sebab didalam persidangan, kedua saksi ini sama-sama menyatakan kalau tidak mengetahui jika sertifikat tersebut telah digadaikan ke H. Dangken. Musdar misalnya, mantan ketua yayasan Al � Bahar Bangkalan ini mengaku malah baru tahu setelah ia ditelepon H. Bahar Djahaya dan memintanya untuk kebenaran kabar tersebut kepada Subari.
"Saya lalu telepon Subari, dan dia mengakui kalau sertifikat tersebut memang telah digadaikan ke H. Dangken. Selanjutnya, saya pun menelepon H. Bahar Djahaya dan saya menyampaikan apa yang dikatakan Subari tersebut," ungkap Musdar.
Senada dengan Musdar, Slamet yang sehari-hari bekerja sebagai sopir SPBU ini juga mengaku kalau dirinya baru mendengar kabar tersebut setelah teman-temanya sesama karyawan SPBU memperbincangkannya. "Cuma saya tidak tahu digadaikan ke siapa?," jawab Slamet dengan nada tanya.
Lalu, apa kaitannya hingga Suharti juga turut dijadikan tersangka?. Pertanyaan yang dilontarkan ketua majelis hakim Ardiyanto ini sama-sama dijawab tidak tahu oleh kedua saksi. Begitu juga dengan pertanyaan mengenai uang hasil gadai yang dibuat apa oleh terdakwa.
Namun dari informasi yang diterima Musdar, tersangka kerap mencari pinjaman uang untuk menutupi keuangan SPBU sepuluh yang mulai tahun 2011 terus mengalami kerugian.
"Mungkin uang itu untuk menutupi kerugian itu pak hakim. Cuma kelirunya tanpa seijin H. Bahar Djahaya," ujar Musdar.
anisnya, keterangan saksi ini dibenarkan oleh kedua terdakwa, Subairi dan Suharti. Keduanya mengaku telah menggadaikan sertifikat tersebut sebesar Rp. 855 juta kepada H. Dangken. Sidang yang tidak dihadiri terdakwa H. Dangken ini akhirnya ditunda Kamis (21/8) mendatang.
Pada persidangan sebelumnya, H. Dangken mengaku hanya menerima gadai senilai 200 juta dari sertifikat SPBU tersebut. Berdasarkan keterangan dari seorang sumber, pengakuan H. Dangken itu hanyalah upaya untuk meringankan hukuman yang dihadapinya sebagai penadah.
"Sebab, setelah kejahatan ini tercium dan dilaporkan ke Polda Jatim, Subairi segera memberikan sertifikat tambak dan lainya kepada H. Dangken untuk mendapatkan kembali setifikat SPBU tersebut yang akan dijadikan barang bukti di Polda Jatim, " urai sumber tersebut.
Karenanya, sumber yang tak disebutkan namanya ini berharap agar hakim tetap bisa berjalan di koridor sesuai bukti otentik. " Majelis hakim diminta untuk lebih jeli dalam mendengarkan keterangan terdakwa H. Dangken. Tentunya sebagai pengacara H. Dangken sangat mengerti bagaimana menghindar dari jeratan hukum, " ungkapnya.
Dalam kasus ini Subaeri dan Suharti di dakwa pasal 372 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 karena secara bersama sama turut serta melakukan penipuan ,Sedangkan H Danken yang berprofesi sebagai pengacara dijerat dengan pasal 480 KUHP tentang penadah atau menerima barang dari kejahatan. @Nurc
Tidak ada komentar:
Write komentar